Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang lazim di kalangan anak-anak, ditandai dengan kesulitan dalam membaca dan menulis meskipun kecerdasan normal. Prevalensi disleksia bervariasi di berbagai penelitian dan populasi, tetapi umumnya diakui sebagai kondisi umum yang mempengaruhi sebagian besar anak-anak usia sekolah. Perkiraan prevalensi disleksia berkisar luas, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kriteria diagnostik, konteks budaya, dan sistem pendidikan. Di bawah ini, prevalensi disleksia pada anak-anak dieksplorasi melalui berbagai studi dan konteks.
Perkiraan Prevalensi Global
- Disleksia diperkirakan mempengaruhi setidaknya 10% dari populasi global anak sekolah, dengan beberapa penelitian menunjukkan angka setinggi 20% karena kurangnya diagnosis dan kurangnya data statistik di wilayah tertentu seperti India (Sunil et al., 2023) (Govindaraju, 2019).
- Tinjauan sistematis dan meta-analisis memperkirakan prevalensi disleksia perkembangan (DD) di seluruh dunia pada anak-anak sekolah dasar sekitar 7,10% (Yang et al., 2022).
- Di daerah tertentu, seperti Shantou, China, prevalensinya ditemukan 5,4%, dengan insiden yang lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan (Lin et al., 2020).
Variasi Regional dan Demografis
- Di Maharashtra Barat, India, sebuah penelitian menemukan prevalensi disleksia 10,9% di kalangan anak sekolah dasar, dengan kejadian yang lebih tinggi di sekolah pemerintah dibandingkan dengan sekolah swasta (Sunil et al., 2023).
- Di negara-negara Arab, disleksia diakui sebagai ketidakmampuan belajar yang umum, meskipun tingkat prevalensi spesifik tidak dirinci dalam konteks yang disediakan (Aldakhil, 2024).
- Sebuah studi di New Orleans, AS, menyoroti tingginya prevalensi disleksia yang tidak terdiagnosis di antara anak-anak Afrika-Amerika, dengan hampir setengah dari anak-anak yang disaring berisiko (Cassidy et al., 2023).
Perbedaan Gender
- Disleksia lebih umum pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan penelitian menunjukkan rasio gender sekitar 3, 7:1 di beberapa wilayah (Lin et al., 2020).
- Meta-analisis juga mengkonfirmasi prevalensi yang lebih tinggi pada anak laki-laki (9,22%) dibandingkan dengan anak perempuan (4,66%) secara global (Yang et al., 2022).
Implikasi dan Tantangan
- Disleksia sering tidak terdiagnosis, yang menyebabkan kurangnya intervensi dan dukungan yang tepat untuk anak-anak yang terkena dampak (Cassidy et al., 2023).
- Kondisi ini dikaitkan dengan berbagai tantangan, termasuk kesulitan dalam pemahaman membaca, berkurangnya pengalaman membaca, dan potensi dampak psikologis seperti stres dan depresi (Zavadenko, 2021) (Xiao et al., 2023).
Sementara disleksia secara luas diakui sebagai ketidakmampuan belajar yang umum, tingkat prevalensi dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada populasi dan kriteria diagnostik yang digunakan. Variabilitas prevalensi menyoroti perlunya alat diagnostik standar dan peningkatan kesadaran untuk memastikan deteksi dan intervensi dini. Selain itu, perbedaan gender dalam prevalensi menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut tentang penyebab yang mendasari dan potensi bias dalam diagnosis.