Memilih terapi yang tepat untuk anak-anak hiperaktif, terutama mereka yang didiagnosis dengan Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), melibatkan evaluasi komprehensif dari berbagai modalitas pengobatan. Keputusan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu anak, mengingat tingkat keparahan gejala, adanya kondisi komorbiditas, dan potensi efek samping. Pilihan pengobatan utama termasuk intervensi farmakologis, terapi perilaku, dan pendekatan multimodal yang menggabungkan keduanya. Masing-masing opsi ini memiliki serangkaian manfaat dan keterbatasannya sendiri, yang harus dipertimbangkan dengan cermat oleh penyedia layanan kesehatan dan pengasuh.
Intervensi Farmakologis
- Stimulan: Obat-obatan seperti methylphenidate dan dexamphetamine umumnya digunakan dan memiliki profil kemanjuran yang mapan. Mereka sering menjadi pengobatan lini pertama karena efektivitasnya dalam mengurangi gejala inti ADHD. Namun, mereka mungkin memiliki efek samping, termasuk potensi masalah jantung, psikiatri, dan terkait pertumbuhan (“The management of attention-deficit hyperactivity disorder in children: updated 2022”, 2022) (Schellack & Meyer, 2016) (Elia, 1993).
- Non-stimulan: Atomoxetine adalah pilihan non-stimulan yang tidak memiliki potensi penyalahgunaan dan dikaitkan dengan lebih sedikit efek samping terkait pertumbuhan. Hal ini sangat berguna untuk anak-anak yang mengalami insomnia atau memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba (“The management of attention-deficit hyperactivity disorder in children: updated 2022”, 2022) (Schellack & Meyer, 2016).
- Obat Lainnya: Antidepresan dan α2-agonis juga digunakan, terutama dalam kasus di mana stimulan tidak efektif atau menyebabkan efek samping yang signifikan (“The management of attention-deficit hyperactivity disorder in children: updated 2022”, 2022) (Schellack & Meyer, 2012).
Intervensi Perilaku dan Psikososial
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT): Terapi ini berfokus pada memodifikasi pikiran dan perilaku disfungsional. Ini bisa efektif, terutama bila dikombinasikan dengan pengobatan, karena membahas aspek kognitif dan perilaku ADHDÂ (David et al., 2021)Â (Paradzik et al., 2017).
- Pelatihan Orang Tua dan Guru: Program pelatihan untuk orang tua dan guru dapat membantu mengelola gejala ADHD dengan menerapkan strategi perilaku dan teknik penguatan yang konsisten (Jans et al., 2008) (Sadr-Salek et al., 2023).
- Intervensi Berbasis Sekolah: Ini termasuk lingkungan kelas terstruktur dan rencana pendidikan individual yang memenuhi kebutuhan spesifik anak (Sadr-Salek et al., 2023).
Pendekatan Multimodal
- Terapi Kombinasi: Menggabungkan perawatan farmakologis dengan terapi perilaku sering menghasilkan hasil yang lebih baik, terutama pada anak-anak dengan kondisi komorbiditas. Pendekatan ini dapat mengatasi berbagai gejala yang lebih luas dan meningkatkan fungsi keseluruhan (David et al., 2021) (Jans et al., 2008) (Döpfner et al., 2002).
- Manajemen Jangka panjang: Terapi multimodal bermanfaat untuk manajemen jangka panjang, karena dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan anak dan mengatasi gejala sisa yang bertahan meskipun diobatkan (Döpfner et al., 2002).
Sementara strategi di atas memberikan pendekatan terstruktur untuk mengelola hiperaktif pada anak-anak, sangat penting untuk mempertimbangkan variabilitas individu dalam menanggapi perawatan. Beberapa anak mungkin merespon dengan baik terhadap pengobatan saja, sementara yang lain mungkin mendapat manfaat lebih dari kombinasi terapi. Selain itu, peran perubahan pola makan dan gaya hidup, seperti dimasukkannya asam lemak tak jenuh ganda dan suplemen zat besi, tidak boleh diabaikan karena dapat melengkapi pengobatan lainnya (“The management of attention-deficit hyperactivity disorder in children: updated 2022”, 2022) (Schellack & Meyer, 2012). Pada akhirnya, pilihan terapi harus menjadi keputusan kolaboratif yang melibatkan penyedia layanan kesehatan, orang tua, dan pendidik, memastikan bahwa kebutuhan dan keadaan unik anak ditangani secara komprehensif.