Mendorong anak autis untuk mencoba makanan baru melibatkan mengatasi tantangan unik yang ditimbulkan oleh selektivitas makanan, masalah umum di antara anak-anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Kondisi ini ditandai dengan diet terbatas dan resistensi untuk mencoba makanan baru, seringkali karena sensitivitas sensorik dan rutinitas waktu makan yang kaku. Strategi yang efektif untuk memperluas repertoar diet anak termasuk intervensi multikomponen, teknik perilaku, dan pendekatan berbasis indera. Strategi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung yang mendorong eksplorasi dan penerimaan makanan.
Intervensi Multikomponen
- Sebuah studi kasus menunjukkan efektivitas intervensi multikomponen, yang mencakup pemudaran stimulus dan penguatan positif, dalam meningkatkan penerimaan makanan pada anak dengan selektivitas makanan yang parah. Pendekatan ini menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam penerimaan tekstur dan makanan baru, serta pengurangan tekanan terkait waktu makan (Maggio et al., 2024)].
- Pendekatan multidisiplin, yang melibatkan kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan, pendidik, dan keluarga, sangat penting untuk menyesuaikan intervensi dengan kebutuhan individu anak. Ini dapat mencakup pendidikan gizi, sesi rasa atau memasak, dan intervensi perilaku (Breda et al., 2024).
Teknik Perilaku
- Presentasi simultan dan penguatan diferensial telah terbukti meningkatkan konsumsi makanan baru pada anak-anak dengan ASD. Teknik-teknik ini melibatkan menyajikan makanan baru bersama yang disukai dan memperkuat perilaku makan positif (Peterson et al., 2024).
- Intervensi Analisis Perilaku Terapan (ABA) telah efektif dalam mengatasi selektivitas makanan dengan berfokus pada aspek sensorik-perilaku dan melibatkan partisipasi keluarga. Intervensi ini membantu dalam memperkenalkan makanan baru secara bertahap dan mengurangi resistensi (Kucuksucu & Kılınçaslan, 2024) (Reche-Olmedo et al., 2021).
Pendekatan Berbasis Sensorik
- Sensitivitas sensorik memainkan peran penting dalam selektivitas makanan di antara anak-anak dengan ASD. Intervensi yang menangani pemrosesan sensorik, seperti pengenalan sensorik, dapat meningkatkan penerimaan makanan. Ini melibatkan pengenalan rangsangan sensorik yang terkait dengan makanan secara bertahap dengan cara yang terkontrol (Petitpierre et al., 2021).
- Terapi okupasi juga dapat berperan dalam mengelola selektivitas makanan dengan mengatasi aspek sensorik-perilaku dan bekerja dengan tim multidisiplin untuk mendukung kebutuhan sensorik anak (Reche-Olmedo et al., 2021).
Pertimbangan Nutrisi dan Diet
- Sementara intervensi diet seperti diet bebas gluten atau bebas kasein kadang-kadang digunakan, efektivitasnya bervariasi, dan harus dipantau untuk mencegah kekurangan nutrisi. Pendekatan seimbang yang mencakup terapi makan dan strategi perilaku direkomendasikan (Çiftçi & Batu, 2023) (Al-Beltagi, 2024).
- Manajemen nutrisi harus dipersonalisasi, dengan mempertimbangkan preferensi sensorik anak, rutinitas, dan kebutuhan nutrisi, untuk memastikan diet yang memadai dan sehat (Sabatini et al., 2023).
Sementara strategi ini menawarkan hasil yang menjanjikan, penting untuk mengenali kompleksitas selektivitas makanan pada anak-anak dengan ASD. Setiap anak mungkin merespons intervensi secara berbeda, dan apa yang berhasil untuk satu mungkin tidak berhasil untuk yang lain. Oleh karena itu, pendekatan yang dipersonalisasi yang mempertimbangkan kebutuhan sensorik dan perilaku anak yang unik sangat penting. Selain itu, penelitian dan kolaborasi yang sedang berlangsung antara para profesional dan keluarga sangat penting untuk menyempurnakan strategi ini dan meningkatkan hasil untuk anak-anak dengan ASD.