Hubungan antara konsumsi gula dan gejala gangguan spektrum autisme (ASD) kompleks dan beragam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan gula, terutama dalam bentuk minuman manis (SSB) dan gula rafinasi, dapat memperburuk gejala ASD tertentu. Hal ini berpotensi disebabkan oleh dampak gula pada proses metabolisme, fungsi otak, dan perilaku. Namun, buktinya tidak sepenuhnya konklusif, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memahami mekanisme yang terlibat.
Dampak Gula pada Gejala ASD
Asupan Makanan dan ASD: Sebuah studi kasus-kontrol di Iran menemukan hubungan positif antara ASD dan asupan gula dan maltosa, sementara hubungan terbalik diamati dengan asupan karbohidrat total, fruktosa, dan laktosa. Hal ini menunjukkan bahwa jenis gula tertentu mungkin memiliki efek yang berbeda pada gejala ASD (Tajadod et al., 2025).
Diet Gula Halus Tinggi: Dalam model hewan pengerat, diet tinggi sukrosa terbukti meningkatkan efek neurotoksik, yang menyebabkan perubahan tingkat neurotransmitter dan peningkatan peradangan, yang terkait dengan fitur autis. Hal ini menunjukkan bahwa mengurangi asupan gula rafinasi bisa menjadi strategi potensial untuk mengelola gejala ASD (Al-Daihan et al., 2017).
Minuman Manis Gula dan Fungsi Eksekutif: Di antara anak-anak autis, konsumsi SSB yang lebih tinggi dikaitkan dengan kinerja yang lebih buruk dalam tugas-tugas fungsi eksekutif, seperti kontrol emosional dan perencanaan/pengorganisasian. Ini menunjukkan bahwa SSB dapat mengganggu fungsi kognitif pada anak-anak dengan ASD (Pan et al., 2022).
Masalah Emosional dan Perilaku: Asupan SSB yang sering dikaitkan dengan peningkatan masalah emosional pada anak-anak dengan ASD, sementara asupan susu yang lebih rendah dikaitkan dengan berkurangnya perilaku prososial. Ini menyoroti dampak potensial dari pilihan diet pada aspek emosional dan sosial ASD (Tan et al., 2022).
Pertimbangan Metabolik dan Neurologis
Diet Ibu dan Perkembangan Janin: Konsumsi fruktosa ibu selama kehamilan ditemukan mengganggu perkembangan otak pada keturunan yang cenderung ASD, menunjukkan bahwa faktor diet prenatal dapat mempengaruhi patogenesis ASD (Saad et al., 2016).
Disregulasi nafsu makan: Individu dengan ASD mungkin memiliki nafsu makan yang tidak teratur, yang menyebabkan konsumsi berlebihan makanan enak seperti gula. Ini sebagian disebabkan oleh gangguan pemrosesan saraf dalam sistem penghargaan, yang dapat memperburuk gejala ASD (Klockars et al., 2021).
Perspektif yang Lebih Luas
Sementara bukti menunjukkan hubungan potensial antara asupan gula dan memburuknya gejala ASD, penting untuk mempertimbangkan konteks yang lebih luas. Misalnya, disregulasi metabolik yang diamati pada ASD, seperti gangguan glikolisis dan disfungsi mitokondria, juga dapat berperan dalam manifestasi gejala dan dapat dipengaruhi oleh faktor makanan di luar asupan gula (Féron et al., 2024). Selain itu, perbedaan individu dalam kecenderungan genetik dan faktor lingkungan dapat memodulasi dampak gula pada gejala ASD. Oleh karena itu, sementara mengurangi asupan gula dapat bermanfaat bagi beberapa individu dengan ASD, intervensi diet yang dipersonalisasi harus dipertimbangkan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan kausalitas dan untuk mengeksplorasi manfaat potensial dari modifikasi diet dalam mengelola gejala ASD.