Disgrafia dan disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang berbeda tetapi terkait yang mempengaruhi menulis dan membaca, masing-masing. Meskipun mereka sering hidup berdampingan, mereka memiliki manifestasi yang berbeda dan penyebab yang mendasarinya. Disleksia terutama memengaruhi kemampuan membaca, termasuk pengenalan kata dan pemrosesan fonologis, sedangkan disgrafia mempengaruhi keterampilan menulis, seperti pembentukan huruf dan kefasihan tulisan tangan. Memahami perbedaan dan tumpang tindih antara kondisi ini sangat penting untuk diagnosis dan intervensi yang akurat.
Disleksia: Karakteristik dan Dampak
- Disleksia ditandai dengan kesulitan dalam membaca, terutama dalam pengenalan kata dan pemrosesan fonologis. Individu dengan disleksia berjuang untuk menghubungkan suara dengan huruf yang sesuai, yang memengaruhi kefasihan dan pemahaman membaca mereka (Alevizos et al., 2024).
- Ini adalah gangguan perkembangan saraf yang bermanifestasi di awal kehidupan dan bertahan hingga dewasa, berdampak pada prestasi akademik dan bidang fungsi lainnya (Mazur & Quignard, 2024) (Punišić et al., 2022).
- Disleksia tidak terkait dengan kecerdasan atau peluang pendidikan, menjadikannya kesulitan yang tidak terduga dalam membaca bagi individu yang memiliki kapasitas untuk menjadi pembaca yang mahir (Rokade et al., 2024).
Disgrafia: Karakteristik dan Dampak
- Disgrafia adalah kondisi neurologis yang mempengaruhi kemampuan menulis, khususnya tindakan fisik menulis. Ini melibatkan kesulitan dengan pembentukan huruf, spasi, dan penyelarasan, yang dapat mengganggu pembelajaran mengeja dan kecepatan menulis teks (Alevizos et al., 2024) (Gary et al., 2023).
- Anak-anak dengan disgrafia mungkin menunjukkan gangguan tulisan tangan, gangguan ejaan, atau keduanya, tanpa harus memiliki masalah baca (Gary et al., 2023).
- Disgrafia dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf lainnya, seperti gangguan koordinasi perkembangan (DCD) dan gangguan membaca (RD), masing-masing mempengaruhi kualitas dan kecepatan tulisan tangan secara berbeda (Jolly et al., 2024).
Koeksistensi dan Tantangan Diagnostik
- Disleksia dan disgrafia sering hidup berdampingan, mempersulit diagnosis dan memerlukan pendekatan bernuansa untuk membedakan keduanya. Hal ini penting karena adanya satu gangguan dapat menutupi atau memperburuk gejala yang lain (Alevizos et al., 2024).
- Teknologi canggih, seperti jaringan saraf berulang dan AI kognitif, sedang dikembangkan untuk meningkatkan keakuratan mendiagnosis kondisi ini dengan menganalisis tulisan tangan dan pola baca (Alevizos et al., 2024) (Rokade et al., 2024).
- Pengakuan dan intervensi dini sangat penting, karena ketidakmampuan belajar ini dapat menyebabkan tantangan akademis dan sosial jika dibiarkan tidak teratasi (Punišić et al., 2022) (Baggett et al., 2023).
Dasar Neurobiologis dan Kognitif
- Disleksia dan disgrafia memiliki dasar neurobiologis, dengan penelitian menunjukkan perbedaan aktivitas otak di daerah yang terkait dengan membaca dan menulis. Misalnya, anak-anak dengan disgrafia menunjukkan interaksi yang berbeda di daerah otak seperti fusiform gyrus dibandingkan dengan mereka dengan disleksia (Sağir & Icer, 2022).
- Memahami perbedaan kognitif dan neurologis ini sangat penting untuk mengembangkan intervensi yang ditargetkan dan strategi pendidikan (Sağir & Icer, 2022).
Sementara disgrafia dan disleksia adalah kondisi yang berbeda, mereka memiliki beberapa gejala yang tumpang tindih dan dapat terjadi bersamaan, membuat diagnosis dan pengobatan menjadi kompleks. Penggunaan alat diagnostik canggih dan strategi intervensi dini dapat membantu mengurangi dampak ketidakmampuan belajar ini pada kehidupan akademik dan sosial individu. Namun, penting untuk dicatat bahwa terlepas dari tantangan ini, individu dengan disleksia dan disgrafia dapat mencapai kesuksesan dengan dukungan dan akomodasi yang tepat.