Autism Spectrum Disorder (ASD) memang dapat dideteksi sejak bayi, meskipun menghadirkan tantangan yang signifikan karena kehalusan dan variabilitas gejala awal. Penelitian terbaru berfokus pada mengidentifikasi indikator awal dan mengembangkan metode non-invasif untuk deteksi dini. Upaya ini sangat penting karena intervensi dini dapat secara signifikan meningkatkan hasil untuk anak-anak dengan ASD. Bagian berikut mengeksplorasi berbagai pendekatan dan temuan yang terkait dengan deteksi dini autisme pada bayi.
Indikator Akustik dan Fisiologis
- Pola Tangisan Bayi: Penelitian telah menunjukkan bahwa menganalisis fitur akustik tangisan bayi, seperti nada, intensitas, dan durasi, dapat membantu membedakan antara perkembangan khas dan gangguan perkembangan saraf potensial seperti autisme. Model pembelajaran mesin, seperti mesin vektor pendukung dan jaringan saraf buatan, telah digunakan untuk mengklasifikasikan tangisan ini, menunjukkan harapan sebagai metode deteksi dini non-invasif (Dimassi & Ozoor, 2024).
- Rekaman EKG: Studi telah mengeksplorasi penggunaan rekaman elektrokardiogram (EKG) untuk mendeteksi kemungkinan ASD pada bayi semuda 3-6 bulan. Fitur seperti variabilitas detak jantung dan aktivitas sistem saraf otonom telah dianalisis menggunakan pengklasifikasi pembelajaran mesin, dengan hasil yang menjanjikan menunjukkan bahwa sinyal EKG dapat memberikan informasi yang relevan tentang kemungkinan keluarga ASDÂ (Tilwani et al., 2023)Â (“ECG Recordings as Predictors of Very Early Autism Likelihood: A Machine Learning Approach”, 2023).
Indikator Perilaku dan Sensorik
- Fitur Perilaku: Bayi yang kemudian didiagnosis dengan autisme sering menunjukkan perbedaan dalam perhatian, vokalisasi, gerak tubuh, dan keterlibatan sosial. Fitur perilaku ini dapat diamati sejak bayi, memberikan indikator awal potensial ASDÂ (“Prediction of autism in infants: progress and challenges”, 2023).
- Tanggung Jawab Sensori: Peningkatan pencarian sensorik dan perilaku hipo-responsivitas telah diidentifikasi pada bayi yang berisiko tinggi untuk ASD. Perilaku sensorik ini, dapat dideteksi pada 12 bulan, dikaitkan dengan berkurangnya fungsi adaptif di masa kanak-kanak selanjutnya, menyoroti potensi mereka sebagai indikator awal (Gunderson et al., 2024).
Alat Penyaringan dan Biomarker
- Tes Skrining: Berbagai alat skrining telah dikembangkan untuk mendeteksi tanda-tanda awal autisme pada bayi. Tes seperti PREAUT, CIRTEA, dan M-CHAT-R/F telah digunakan untuk mengidentifikasi tanda-tanda perkembangan saraf atipikal, meskipun sensitivitas bervariasi. Menggabungkan beberapa alat dan skrining berulang dapat meningkatkan tingkat deteksi dini (Mendes & Bardal, 2023).
- Biomarker: Penelitian sedang berlangsung untuk mengidentifikasi biomarker yang dapat memprediksi risiko autisme. Ini termasuk penanda genetik, imunologis, dan metabolik, serta indikator berbasis otak seperti pola EEG. Namun, pengembangan biomarker yang andal untuk penggunaan klinis tetap menjadi tantangan (Al-Beltagi, 2023) (Stamate et al., 2021).
Pendekatan Teknologi
- Model Pembelajaran Menahan: Model pembelajaran mendalam lanjutan telah diterapkan untuk menganalisis fitur wajah dan data EEG untuk mendeteksi ASD pada bayi. Model-model ini, seperti Vision Transformer dan jaringan saraf Residual, telah menunjukkan peningkatan akurasi dalam mengidentifikasi indikator halus autisme (Karthik et al., 2024) (Stamate et al., 2021).
Sementara deteksi dini autisme pada masa bayi dimungkinkan, itu bukan tanpa tantangan. Variabilitas dalam presentasi gejala dan kebutuhan akan alat skrining non-invasif yang andal mempersulit proses. Selain itu, faktor budaya dan sosial, seperti stigma dan akses ke sumber daya diagnostik, dapat memengaruhi upaya deteksi dini. Penelitian berkelanjutan dan kemajuan teknologi sangat penting untuk mengatasi hambatan ini dan meningkatkan diagnosis dini dan strategi intervensi untuk ASD.