Pengobatan gangguan spektrum autisme (ASD) dengan obat-obatan adalah bidang yang kompleks dan berkembang. Meskipun tidak ada obat yang disetujui khusus untuk gejala inti ASD, intervensi farmakologis sering digunakan untuk mengelola kondisi kejiwaan dan perilaku yang terjadi bersamaan yang terkait dengan gangguan tersebut. Perawatan ini bertujuan untuk meringankan gejala seperti iritabilitas, hiperaktif, kecemasan, dan depresi, yang secara signifikan dapat berdampak pada kualitas hidup individu dengan ASD. Penggunaan obat-obatan dalam pengobatan ASD biasanya merupakan bagian dari strategi intervensi multi-komponen yang lebih luas yang mencakup terapi perilaku dan perawatan suportif. Di bawah ini adalah wawasan utama dari penelitian tentang perawatan farmakologis untuk ASD.
Manajemen Farmakologis dari Kondisi Bersamaan
- Iritabilitas dan Agresi: Risperidone dan aripiprazole adalah satu-satunya obat yang disetujui FDA untuk mengobati iritabilitas pada ASD. Mereka telah menunjukkan kemanjuran dalam mengurangi iritabilitas dan agresi pada anak-anak dengan ASDÂ (Hellings, 2023)Â (“An overview of pharmacotherapy in the management of children diagnosed with autism spectrum disorder at a public hospital in KwaZulu-Natal, South Africa”, 2022).
- Gejala ADHD: Obat-obatan seperti guanfacine dan atomoxetine digunakan untuk mengelola gejala ADHD pada ASD, meskipun kemanjurannya mungkin berbeda dari pada populasi yang biasanya berkembang (Hellings, 2023).
- Kecemasan dan Depresi: Buspirone dan mirtazapine lebih disukai daripada SSRI untuk mengobati kecemasan pada ASD, sedangkan duloxetine dan bupropion direkomendasikan untuk depresi (Manter et al., 2025).
Obat yang Muncul dan Digunakan Kembali
- Gejala Inti: Meskipun tidak ada obat yang disetujui untuk gejala inti ASD, beberapa obat seperti bumetanide, oksitosin, dan sulforaphane telah menunjukkan potensi dalam meningkatkan defisit komunikasi sosial dan perilaku berulang (Kalkan et al., 2020).
- Penggunaan Kembali Obat: Penelitian telah mengidentifikasi obat-obatan seperti loperamide dan bromocriptine sebagai kandidat potensial untuk digunakan kembali untuk mengobati gejala ASD inti, berdasarkan interaksinya dengan sistem biologis terkait ASDÂ (Koch & Demontis, 2022).
Keamanan dan Tolerabilitas
- Efek Samping: Penggunaan obat psikotropika pada ASD sering dibatasi oleh profil efek sampingnya. Misalnya, SSRI telah menunjukkan tolerabilitas yang buruk pada pasien ASDÂ (Hellings, 2023).
- Farmakogenetika: Studi farmakogenetik individual dapat membantu menyesuaikan perawatan untuk meningkatkan tolerabilitas dan efektivitas, mengurangi risiko efek samping dan polifarmaki (Carracedo et al., 2024).
Studi Kasus dan Uji Klinis
- Perbaikan Klinis: Serangkaian kasus retrospektif melaporkan peningkatan yang signifikan dalam gejala inti ASD dengan penggunaan risperidone dan aripiprazole, terutama bila dikombinasikan dengan terapi suportif (Alsayouf et al., 2020).
- Terapi Kombinasi: Menggabungkan obat yang ada dengan agen baru, seperti memantine atau N-acetylcysteine, telah menunjukkan harapan dalam meningkatkan hasil pengobatan untuk iritabilitas dan gejala lainnya (Shamabadi et al., 2024).
Sementara perawatan farmakologis dapat memainkan peran penting dalam mengelola gejala ASD, mereka bukan solusi mandiri. Kompleksitas dan heterogenitas ASD memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup intervensi perilaku dan terapi suportif. Selain itu, potensi efek samping dan variabilitas dalam respon obat menyoroti perlunya rencana perawatan yang dipersonalisasi. Penelitian lebih lanjut, termasuk uji klinis terkontrol, sangat penting untuk memvalidasi kemanjuran dan keamanan intervensi farmakologis yang muncul untuk ASD.