Anak-anak dengan keterbelakangan mental sering menunjukkan perilaku amukan, yang merupakan bentuk umum dari perilaku menantang dalam populasi ini. Perilaku ini dapat bermanifestasi sebagai ledakan agresif, termasuk menjerit, memukul, dan bentuk agresi fisik lainnya. Prevalensi dan pengelolaan amukan pada anak-anak dengan keterbelakangan mental dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat keparahan cacat intelektual, faktor lingkungan, dan kemampuan komunikasi anak. Bagian berikut memberikan eksplorasi terperinci dari aspek-aspek ini.
Prevalensi dan Karakteristik Tantrum
- Amukan lazim di antara anak-anak penyandang cacat intelektual, dengan penelitian menunjukkan bahwa perilaku ini umum di berbagai tingkat keparahan cacat intelektual (Lang et al., 2019) (Issarraras & Matson, 2017).
- Dalam sebuah penelitian terhadap anak-anak dengan keterbelakangan mental, 52% menunjukkan perilaku dan masalah emosional, dengan amukan menjadi komponen penting dari masalah ini (Soedjatmiko et al., 2016).
- Profil perilaku individu dengan keterbelakangan mental menunjukkan bahwa mereka dengan cacat intelektual sedang sering mengalami masalah perilaku yang lebih parah, termasuk amukan, dibandingkan dengan mereka yang cacat parah (Grizenko et al., 1991).
Faktor Risiko dan Pengaruh
- Beberapa faktor risiko berkontribusi terhadap terjadinya kemarahan pada anak-anak dengan keterbelakangan mental, termasuk status sosial ekonomi, ukuran keluarga, dan psikopatologi orangtua (Soedjatmiko et al., 2016).
- Etiologi cacat intelektual juga berperan, dengan anak-anak memiliki kondisi seperti autisme atau gangguan perkembangan yang meresap menunjukkan lebih banyak gangguan perilaku, termasuk amukan (Grizenko et al., 1991).
- Tanggapan dan harapan orang tua secara signifikan mempengaruhi kemunculan dan pengelolaan perilaku tantrum. Tanggapan yang tidak tepat dapat memperburuk perilaku ini, sementara strategi manajemen yang efektif dapat menguranginya (Pratiti, 2020) (Keller & Fox, 2009).
Strategi Manajemen dan Intervensi
- Intervensi perilaku yang menargetkan fungsi perilaku tantrum lebih efektif daripada farmakoterapi, yang seringkali tidak efektif atau berbahaya(Issarraras & Matson, 2017).
- Intervensi psikoedukasi untuk orang tua dan guru bayangan telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam mengelola perilaku amukan, menyoroti pentingnya strategi manajemen yang terinformasi dan konsisten (Yuliani et al., 2024).
- Teknik seperti pengendalian fisik yang dikombinasikan dengan penguatan perilaku yang tidak kompatibel telah berhasil digunakan untuk mengurangi perilaku amukan di pengaturan kelas (Swerissen & Carruthers, 1987).
Perspektif yang Lebih Luas
Sementara amukan adalah masalah umum di antara anak-anak dengan keterbelakangan mental, penting untuk menyadari bahwa perilaku ini tidak eksklusif untuk kelompok ini. Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan masa kanak-kanak dan dapat terjadi pada anak-anak yang biasanya berkembang juga, sering memuncak sekitar usia empat hingga enam tahun (Davidson, 2003). Memahami penyebab yang mendasari dan strategi manajemen yang efektif sangat penting bagi semua anak, terlepas dari status perkembangan mereka, untuk membantu mereka belajar mengatasi emosi mereka dan mengurangi frekuensi dan intensitas amukan.