Anak-anak dengan diskalkulia sering mengalami frustrasi dan keputusasaan yang signifikan dalam belajar matematika karena tantangan yang mereka hadapi dalam memahami dan memproses informasi numerik. Respons emosional ini bukan hanya akibat dari kesulitan mereka dengan matematika tetapi juga berasal dari persepsi dan sikap negatif yang mereka kembangkan terhadap subjek. Frustrasi diperparah oleh kurangnya kesadaran dan dukungan dari pendidik, yang dapat memperburuk perjuangan mereka dan memengaruhi pengalaman akademis mereka secara keseluruhan. Bagian berikut mempelajari aspek-aspek spesifik dari masalah ini, menyoroti tantangan emosional dan pendidikan yang dihadapi oleh anak-anak dengan diskalkulia.
Tantangan Emosional
Perasaan Frustrasi dan Kecemasan: Anak-anak dengan diskalkulia sering mengalami perasaan marah, cemas, dan harga diri yang rendah karena perjuangan mereka dengan konsep matematika. Emosi-emosi ini sering dikaitkan dengan ketidakmampuan mereka untuk tampil pada tingkat yang sama dengan rekan-rekan mereka, yang mengarah pada citra diri yang negatif dan rasa putus asa dalam belajar matematika (Anjum et al., 2023) (Rubinsten & Tannock, 2010).
Kecemasan Matematika: Diskalkulia sering dikaitkan dengan kecemasan matematika, suatu kondisi yang ditandai dengan respons emosional negatif terhadap matematika. Kecemasan ini selanjutnya dapat menghambat kemampuan anak untuk terlibat dengan matematika, menciptakan lingkaran setan penghindaran dan kinerja yang buruk (Kaufmann & Aster, 2012) (Rubinsten & Tannock, 2010).
Tantangan Pendidikan
Kurangnya Kesadaran dan Dukungan Guru: Ada kesenjangan kritis dalam kesadaran dan pelatihan guru mengenai diskalkulia, yang mempengaruhi dukungan dan intervensi yang diberikan kepada siswa. Kurangnya pemahaman ini dapat menyebabkan strategi pengajaran yang tidak memadai yang gagal memenuhi kebutuhan spesifik siswa diskalkulik, sehingga meningkatkan frustrasi dan keputusasaan mereka (TIBANE et al., 2024) (Kunwar, 2021).
Kesulitan dengan Konsep Matematika: Anak-anak diskalkulik berjuang dengan berbagai domain matematika, termasuk pemrosesan angka, prosedur aritmatika, dan identifikasi simbol. Kesulitan-kesulitan ini dapat membuat belajar matematika menjadi tugas yang menakutkan, berkontribusi pada perasaan frustrasi dan ketidakberdayaan (Sudha et al., 2014) (Jadhav et al., 2023).
Strategi dan Ketahanan Mengatasi
Kemampuan Beradaptasi dan Ketahanan: Terlepas dari tantangan, beberapa anak dengan diskalkulia menunjukkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi dalam menavigasi perjalanan akademik mereka. Mereka mengembangkan strategi mengatasi kesulitan mereka, meskipun strategi ini mungkin tidak sepenuhnya mengurangi frustrasi mereka (Anjum et al., 2023).
Potensi Perbaikan dengan Intervensi: Identifikasi dini dan intervensi yang ditargetkan dapat secara signifikan meningkatkan hasil matematika untuk anak-anak dengan diskalkulia. Alat seperti EdSense, yang memberikan penilaian dan intervensi yang dipersonalisasi, menunjukkan harapan dalam mengurangi frustrasi dengan mengatasi kebutuhan pembelajaran spesifik (Jadhav et al., 2023).
Sementara anak-anak dengan diskalkulia sering merasa frustrasi dan putus asa dalam belajar matematika, penting untuk menyadari bahwa perasaan ini tidak dapat diatasi. Dengan meningkatnya kesadaran, intervensi yang tepat, dan lingkungan pendidikan yang mendukung, dampak emosional negatif dari diskalkulia dapat dikurangi. Pendekatan ini tidak hanya membantu dalam meningkatkan keterampilan matematika tetapi juga dalam menumbuhkan sikap yang lebih positif terhadap pembelajaran. Selain itu, memahami tantangan emosional dan pendidikan yang dihadapi oleh anak-anak ini dapat mengarah pada strategi pengajaran yang lebih inklusif dan efektif, pada akhirnya meningkatkan pengalaman akademis mereka dan mengurangi perasaan frustrasi dan putus asa.