Father and son spend quality time drawing together on a wooden floor at home.

Apakah Anak Dengan Disgrafia Lebih Rentan Mengalami Bullying?

Anak-anak dengan disgrafia, ketidakmampuan belajar tertentu yang mempengaruhi keterampilan menulis, memang lebih rentan terhadap intimidasi. Kerentanan ini adalah bagian dari pola yang lebih luas di mana anak-anak penyandang cacat, termasuk ketidakmampuan belajar, menghadapi peningkatan risiko viktimisasi di lingkungan sekolah. Literatur menyoroti bahwa anak-anak penyandang cacat dipengaruhi secara tidak proporsional oleh intimidasi, yang dapat memperburuk tantangan pendidikan dan emosional mereka. Kerentanan yang meningkat ini dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk penolakan sosial, kurangnya pemahaman dari teman sebaya, dan sistem pendukung yang tidak memadai di lingkungan pendidikan. Di bawah ini, aspek-aspek kunci dari masalah ini dieksplorasi secara rinci.

Peningkatan Kerentanan Anak Penyandang Disabilitas

  • Anak-anak penyandang cacat, termasuk mereka yang mengalami ketidakmampuan belajar seperti disgrafia, lebih mungkin diintimidasi dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak cacat. Hal ini disebabkan perbedaan yang dirasakan mereka dan stigma sosial yang terkait dengan disabilitas (Young et al., 2012) (Chatzitheochari et al., 2016).
  • Dewan Nasional Disabilitas menekankan bahwa siswa penyandang cacat menghadapi tantangan unik dan dipengaruhi secara tidak proporsional oleh intimidasi, yang dapat menyebabkan konsekuensi emosional dan pendidikan yang parah (Young et al., 2012).
  • Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar dalam pengaturan pendidikan inklusif melaporkan insiden intimidasi yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa integrasi siswa ini tanpa dukungan yang memadai dapat meningkatkan risiko viktimisasi (Luciano & Savage, 2007).

Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Bullying

  • Anak-anak dengan ketidakmampuan belajar sering mengalami penolakan sosial, yang dapat membuat mereka lebih rentan terhadap intimidasi. Penolakan sosial ini diperparah oleh kurangnya pemahaman dan empati dari teman sebaya dan pendidik (Mishna, 2003) (Weinreich et al., 2023).
  • Adanya komorbiditas psikiatri, seperti kecemasan atau depresi, selanjutnya dapat meningkatkan risiko keterlibatan intimidasi untuk anak-anak dengan gangguan belajar(Weinreich et al., 2023).
  • Sekolah sering kekurangan pendekatan yang ditargetkan untuk mengatasi kebutuhan spesifik populasi siswa yang terpinggirkan, termasuk mereka yang mengalami ketidakmampuan belajar, yang dapat membuat siswa ini lebih rentan terhadap intimidasi (Rose, 2010).

Implikasi dan Intervensi

  • Kebutuhan akan intervensi khusus dan program pencegahan sangat penting. Program-program ini harus fokus pada peningkatan kesadaran, menumbuhkan empati, dan memberikan dukungan bagi anak-anak penyandang cacat untuk mengurangi insiden intimidasi (Falla et al., 2021).
  • Pendidik dan pembuat kebijakan didorong untuk menerapkan program yang didukung penelitian yang mengatasi tantangan unik yang dihadapi oleh siswa penyandang cacat, termasuk mereka yang menderita disgrafia (Rose, 2010).
  • Intervensi juga harus bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan keterampilan sosial anak-anak penyandang cacat, membantu mereka untuk lebih berintegrasi ke dalam komunitas sekolah dan mengurangi risiko mereka diganggu (Faizah & Sulfiana, 2023).

Sementara anak-anak dengan disgrafia dan ketidakmampuan belajar lainnya lebih rentan terhadap intimidasi, penting untuk menyadari bahwa intimidasi adalah masalah kompleks yang mempengaruhi banyak siswa, terlepas dari status kecacatan. Konteks bullying yang lebih luas melibatkan berbagai faktor sosio-demografis, dan upaya untuk mengatasi intimidasi harus mempertimbangkan pengaruh yang beragam ini. Selain itu, sementara anak-anak penyandang cacat menghadapi tantangan unik, mereka juga memiliki kekuatan dan kemampuan yang dapat dipupuk melalui praktik pendidikan yang mendukung dan lingkungan inklusif. Mengatasi intimidasi membutuhkan pendekatan komprehensif yang mencakup menumbuhkan empati, pemahaman, dan rasa hormat di antara semua siswa.

Young, J., Ne’eman, A., & Gelser, S. (2012). Bullying and Students with Disabilities: A Briefing Paper from the National Council on Disability.
Chatzitheochari, S., Parsons, S., & Platt, L. (2016). Doubly Disadvantaged? Bullying Experiences among Disabled Children and Young People in England. Sociology. https://doi.org/10.1177/0038038515574813
Luciano, S., & Savage, R. (2007). Bullying Risk in Children With Learning Difficulties in Inclusive Educational Settings. Canadian Journal of School Psychology. https://doi.org/10.1177/0829573507301039
Mishna, F. (2003). Learning Disabilities and Bullying Double Jeopardy. Journal of Learning Disabilities. https://doi.org/10.1177/00222194030360040501
Weinreich, L., Haberstroh, S., Schulte-Körne, G., & Moll, K. (2023). The relationship between bullying, learning disorders and psychiatric comorbidity. BMC Psychiatry. https://doi.org/10.1186/s12888-023-04603-4
Rose, C. A. (2010). BULLYING AMONG STUDENTS WITH DISABILITIES: Impact and Implications. https://doi.org/10.4324/9780203842898-11
Falla, D., Sánchez, S., & Casas, J. A. (2021). What Do We Know about Bullying in Schoolchildren with Disabilities? A Systematic Review of Recent Work. Sustainability. https://doi.org/10.3390/SU13010416
Faizah, N., & Sulfiana, S. (2023). Dampak bullying pada tingkat kepercayaan diri penyandang disabilitas. https://doi.org/10.30863/jbpi.v2i1.5220
Scroll to Top