Pemeriksaan medis seperti MRI dan EEG memang dapat digunakan untuk mendeteksi disleksia, sebagaimana dibuktikan oleh penelitian terbaru. Teknik neuroimaging dan elektrofisiologis ini memberikan wawasan tentang kelainan struktural dan fungsional otak yang terkait dengan disleksia, memungkinkan deteksi dan intervensi dini. Integrasi model pembelajaran mesin canggih dengan modalitas ini semakin meningkatkan akurasi dan keandalan deteksi disleksia. Di bawah ini, penggunaan MRI dan EEG dalam mendeteksi disleksia dieksplorasi secara rinci.
MRI dalam Deteksi Disleksia
- Wawasan Fungsional dan Struktural: MRI, termasuk MRI fungsional (fMRI), telah digunakan untuk mengidentifikasi gangguan struktural dan fungsional di daerah otak yang terkait dengan membaca dan bahasa, seperti korteks oksipito-temporal belahan kiri dan korteks temporo-parietal. Daerah-daerah ini sering menunjukkan penurunan volume materi abu-abu dan penurunan konektivitas materi putih pada individu dengan disleksia (Hernández-Vásquez et al., 2023).
- Model Pembelajaran Mesin: Model lanjutan seperti transformator SWIN dan EfficientNet B7 telah digunakan untuk mengekstrak fitur dari data MRI, mencapai akurasi tinggi dalam deteksi disleksia. Model-model ini mengintegrasikan data MRI dengan modalitas lain untuk meningkatkan tingkat pendeteksi (Alkhurayyif & Sait, 2024) (Alkhurayyif & Sait, 2024).
- Biomarker Awal: Studi MRI telah mengidentifikasi penanda saraf awal yang dapat memprediksi disleksia sebelum gejala perilaku bermanifestasi, memungkinkan intervensi sebelumnya (Carrasco & Carrasco, 2022).
EEG dalam Deteksi Disleksia
- Analisis Aktivitas Otak: EEG digunakan untuk menganalisis pola aktivitas otak, terutama pada pita frekuensi yang lebih rendah seperti gelombang theta, yang signifikan dalam disleksia. EEG dapat mendeteksi perubahan aktivitas otak yang berkorelasi dengan gejala disleksika (Pehlivan et al., 2024) (Hernández-Vásquez et al., 2023).
- Pembelajaran Mesin dan Pemrosesan Sinyal: Teknik seperti Pengklasifikasi Memori Jangka Pendek Panjang (LSTM) dan Mesin Pendukung Vektor (SVM) telah diterapkan pada data EEG, mencapai akurasi tinggi dalam membedakan penderita disleksia dari individu non-disleksia. Metode ini memanfaatkan kemampuan EEG untuk menangkap aktivitas otak waktu nyata selama tugas-tugas seperti menulis (Parmar & Paunwala, 2023) (Cura et al., 2024) (Hanafi et al., 2023).
- Pendekatan Multi-Modal: Menggabungkan EEG dengan modalitas lain, seperti MRI, meningkatkan kemampuan deteksi. Model pembelajaran ensemble yang mengintegrasikan data EEG dan MRI telah menunjukkan kinerja yang luar biasa, dengan tingkat akurasi melebihi 98%Â (Alkhurayyif & Sait, 2024)Â (Alkhurayyif & Sait, 2024).
Tantangan dan Pertimbangan
Sementara MRI dan EEG memberikan wawasan berharga tentang disleksia, ada tantangan dan pertimbangan dalam penerapannya. MRI, misalnya, biasanya tidak disukai untuk anak-anak karena kekhawatiran tentang paparan medan magnet, meskipun non-invasif. EEG, meskipun aman, membutuhkan interpretasi yang cermat dari sinyal otak yang kompleks. Selain itu, integrasi modalitas ini dengan model pembelajaran mesin menuntut sumber daya komputasi yang substansif dan keahlian dalam ekstraksi fitur dan pelatihan model (“Image-based Detection of Dyslexic Readers from 2-D Scan path using an Enhanced Deep Transfer Learning Paradigm”, 2022). Terlepas dari tantangan ini, potensi deteksi disleksia dini dan akurat menggunakan teknologi ini signifikan, menawarkan peluang untuk intervensi tepat waktu dan dukungan bagi individu yang terkena dampak.