Pemeriksaan medis seperti MRI atau EEG bukanlah alat standar untuk mendeteksi dyscalculia, ketidakmampuan belajar tertentu yang mempengaruhi kemampuan matematika. Sementara metode tradisional mengandalkan penilaian perilaku dan tes pendidikan, beberapa penelitian mengeksplorasi potensi neuroimaging dan EEG sebagai alat diagnostik tambahan. Namun, metode ini belum ditetapkan sebagai prosedur diagnostik definitif untuk diskalkulia. Di bawah ini adalah eksplorasi lanskap penelitian saat ini mengenai penggunaan MRI dan EEG dalam mendeteksi diskalkulia.
EEG dalam Deteksi Dyscalculia
- EEG telah diselidiki sebagai alat potensial untuk mengidentifikasi kesulitan matematika. Sebuah studi menganalisis sinyal EEG selama tugas aritmatika mental, dengan fokus pada fitur seperti rasio amplitudo pita theta terhadap alfa, yang dapat berfungsi sebagai penanda kesulitan matematis (Nassehi et al., 2020).
- Studi ini menunjukkan bahwa EEG dapat memberikan metode diagnostik alternatif untuk diskalkulia, menawarkan cara non-invasif untuk menilai aktivitas otak yang terkait dengan pemrosesan matematis (Nassehi et al., 2020).
Studi MRI dan Neuroimaging
- MRI fungsional (fMRI) telah digunakan untuk mengeksplorasi korelasi saraf diskalkulia. Namun, sebuah penelitian yang signifikan tidak menemukan perbedaan yang konsisten dalam aktivasi otak antara anak-anak dengan dan tanpa diskalkulia selama tugas yang melibatkan pemrosesan angka dasar, aritmatika mental, dan memori kerja visuospasial (Kwok et al., 2023).
- Kurangnya temuan signifikan dalam studi fMRI menunjukkan bahwa diskalkulia mungkin tidak terkait dengan aktivasi otak atipikal yang dapat dideteksi oleh teknik neuroimaging saat ini (Kwok et al., 2023).
Metode Diagnostik Tradisional
- Deteksi diskalkulia secara tradisional melibatkan serangkaian tes pendidikan dan psikologis, seperti Tes Pencapaian Woodcock-Johnson, Tes Berbasis Kurikulum (CBT), dan Tes Pencapaian Rentang Lebar (WRAT)Â (Giri et al., 2020)Â (Subramanyam et al., 2019).
- Tes ini dievaluasi secara manual dan dianggap sebagai pendekatan standar untuk mendiagnosis diskalkulia, dengan fokus pada kinerja individu dalam tugas-tugas matematika relatif terhadap usia dan tingkat pendidikan mereka (Subramanyam et al., 2019).
Pendekatan Pembelajaran Mesin
- Penelitian terbaru telah mengeksplorasi penggunaan algoritma pembelajaran mesin untuk meningkatkan deteksi diskalkulia. Teknik seperti Mesin Vektor Dukungan, regresi logistik, dan pohon keputusan sedang dikembangkan untuk memprediksi diskalkulia berdasarkan hasil tes dan data perilaku (Dhingra et al., 2021) (Devi & Kavya, 2021).
- Pendekatan ini bertujuan untuk merampingkan proses diagnostik dan memberikan identifikasi dini individu berisiko, berpotensi melengkapi metode tradisional (Dhingra et al., 2021) (Devi & Kavya, 2021).
Sementara EEG dan MRI menawarkan kemungkinan menarik untuk memahami dasar saraf diskalkulia, mereka belum praktis atau dapat diandalkan untuk diagnosis klinis. Standar saat ini tetap penilaian perilaku dan pendidikan, dengan teknologi yang muncul seperti pembelajaran mesin menunjukkan harapan untuk kemajuan di masa depan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan kegunaan neuroimaging dan EEG dalam mendiagnosis diskalkulia, yang berpotensi mengintegrasikan metode ini dengan penilaian tradisional untuk pendekatan yang lebih komprehensif.