Pemeriksaan medis seperti MRI atau EEG biasanya tidak digunakan untuk mendeteksi disgrafia, gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan menulis. Sebaliknya, disgrafia terutama didiagnosis melalui penilaian keterampilan tulisan tangan dan menulis, seringkali melibatkan evaluasi pendidikan dan psikologis. Namun, ada penelitian yang sedang berlangsung tentang sistem otomatis dan teknik pembelajaran mesin yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi disgrafia dengan menganalisis sampel tulisan tangan. Pendekatan ini berfokus pada mengidentifikasi fitur dan pola tulisan tangan tertentu yang menunjukkan disgrafia. Di bawah ini, keadaan penelitian dan metodologi saat ini untuk deteksi disgrafia dibahas.
Metode Deteksi Tradisional dan Otomatis
Penilaian Tradisional: Disgrafia secara tradisional didiagnosis melalui penilaian klinis yang mengevaluasi kualitas, kecepatan, dan keterbacaan tulisan tangan. Penilaian ini dilakukan oleh psikolog pendidikan atau spesialis yang menganalisis sampel tertulis dan mengamati perilaku penulisan (Kunhoth et al., 2024) (Gupta et al., 2023).
Sistem Otomatis: Kemajuan terbaru dalam kecerdasan buatan telah mengarah pada pengembangan sistem otomatis untuk deteksi disgrafia. Sistem ini menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis sampel tulisan tangan, dengan fokus pada fitur seperti urutan stroke, tekanan, dan kecepatan. Convolutional Neural Networks (CNN) dan model pembelajaran mendalam lainnya telah menunjukkan harapan dalam mengidentifikasi disgrafia secara akurat dengan memproses kumpulan data besar sampel tulisan tangan (Gouraguine et al., 2023) (Sharmila et al., 2023) (Gupta et al., 2023).
Peran MRI dan EEG dalam Gangguan Belajar
MRI dan EEG pada Disleksia: Sementara MRI dan EEG tidak digunakan untuk deteksi disgrafia, mereka telah digunakan dalam studi disleksia, gangguan belajar lainnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa modalitas ini dapat membantu mengidentifikasi pola neurologis yang terkait dengan disleksia, memberikan wawasan tentang aktivitas dan struktur otak selama tugas membaca (Alkhurayyif & Sait, 2024) (Alkhurayyif & Sait, 2024).
Potensi Disgrafia: Meskipun MRI dan EEG saat ini tidak digunakan untuk disgrafia, ada potensi teknologi ini untuk berkontribusi dalam memahami dasar-dasar neurologis dari gangguan tersebut. Namun, belum ada penelitian yang menunjukkan efektivitasnya dalam mendiagnosis disgrafia (Kunhoth et al., 2024) (Wypych, 2023).
Pembelajaran Mesin dan Pendekatan Pembelajaran Mendalam
Analisis Tulisan Tangan: Teknik pembelajaran mesin, seperti Support Vector Machines (SVM) dan Random Forests, telah diterapkan pada analisis tulisan tangan untuk deteksi disgrafia. Model-model ini menganalisis berbagai fitur tulisan tangan untuk mengklasifikasikan individu memiliki disgrafia atau tidak (Wypych, 2023) (Gupta et al., 2023).
Model Pembelajaran Mendalam: Model pembelajaran mendalam lanjutan, termasuk CNN dan teknik ensemble, telah dikembangkan untuk meningkatkan akurasi deteksi disgrafia. Model-model ini memanfaatkan kumpulan data besar dan metode ekstraksi fitur canggih untuk mengidentifikasi pola halus dalam tulisan tangan yang mungkin menunjukkan disgrafia (Sharmila et al., 2023) (Lomurno et al., 2023).
Sementara MRI dan EEG saat ini tidak digunakan untuk deteksi disgrafia, mereka sangat berharga dalam mempelajari gangguan belajar lainnya seperti disleksia. Fokus utama untuk disgrafia tetap pada analisis tulisan tangan melalui penilaian tradisional dan sistem otomatis yang muncul. Seiring kemajuan penelitian, mungkin ada potensi untuk mengintegrasikan data neurologis untuk meningkatkan pemahaman dan deteksi disgrafia, tetapi ini tetap menjadi area untuk eksplorasi di masa depan.