Di Indonesia, memang ada komunitas dan kelompok pendukung yang tersedia untuk anak-anak penderita disleksia dan orang tua mereka. Kelompok-kelompok ini bertujuan untuk memberikan dukungan pendidikan, emosional, dan sosial untuk membantu mengelola tantangan yang terkait dengan disleksia. Pengembangan sistem pendukung tersebut sangat penting, mengingat kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang disleksia di kalangan orang tua dan pendidik di Indonesia. Bagian berikut merinci struktur dukungan dan inisiatif yang ada.
Kelompok Dukungan yang Ada
Rumah Inklusi dan ARCHANA: Inisiatif ini, yang dikembangkan oleh Universitas Sebelas Maret dan Yayasan Lembaga Pendidikan Al Firdaus, berfokus pada pembentukan kelompok pendukung untuk anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk mereka yang menderita disleksia. Mereka menggunakan pendekatan Penelitian Aksi Partisipatif (PAR) untuk membantu orang tua dan anak-anak, melibatkan psikolog, pendidik, dan sosiolog untuk menjembatani kesenjangan antara sekolah dan keluarga (Kartono et al., 2023)].
Asosiasi Disleksia Indonesia: Organisasi ini berfungsi sebagai pusat diagnosis dan intervensi untuk anak penderita disleksia. Ini telah menangani lebih dari 800 kasus sejak 2005, menyediakan sistem dukungan terstruktur untuk anak-anak yang terkena dampak dan keluarga mereka (“Demographic characteristics, behavioral problems, andiq profileof children with dyslexia at dyslexia association of indonesia from january-june 2019: a quantitative study”, 2019).
Dukungan Pendidikan dan Orang Tua
Praktik Pendidikan: Berbagai metode seperti metode suku kata, Analisis Kaca, metode multisensori, dan metode Fernald digunakan untuk mendidik orang tua dan guru tentang cara mendukung anak-anak disleksia. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan melek huruf dan memberikan dukungan emosional, melawan stigma yang sering dikaitkan dengan disleksia (Anggraeni & Hendriani, 2022).
Memberdayakan Orangtua: Di Bima, Indonesia, telah dilakukan inisiatif untuk memberdayakan orang tua sebagai kelompok pendukung untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan belajar anak-anak berkebutuhan khusus. Pemberdayaan ini terbukti memiliki efek positif pada perkembangan anak (Haris et al., 2022)].
Keterlibatan Masyarakat
Model Komunitas: Penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan model berbasis komunitas yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk pemimpin masyarakat dan penyedia layanan, untuk mendukung anak-anak penyandang cacat, termasuk disleksia. Model-model ini bertujuan untuk menciptakan jaringan dukungan berkelanjutan yang dapat disesuaikan dengan berbagai kebutuhan masyarakat (Kiling et al., 2021).
Gerakan Literasi Nasional: Pemerintah Indonesia, melalui gerakan ini, menekankan peran orang tua dan masyarakat dalam meningkatkan literasi anak, yang secara tidak langsung mendukung anak-anak penderita disleksia dengan membina lingkungan pendidikan yang lebih inklusif (Wijaya et al., 2022).
Sementara inisiatif ini menyoroti upaya yang dilakukan untuk mendukung anak-anak dengan disleksia dan orang tua mereka, tantangan tetap ada. Masalah yang signifikan adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang disleksia di antara orang tua, yang dapat menghambat diagnosis dan intervensi dini. Studi menunjukkan bahwa banyak orang tua memiliki pemahaman yang buruk tentang disleksia, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mendukung anak-anak mereka secara efektif(Samsudin & Alias, 2021)]. Mengatasi kesenjangan ini melalui peningkatan kampanye pendidikan dan kesadaran sangat penting untuk meningkatkan efektivitas sistem pendukung yang ada.