Kemungkinan diagnosis palsu Down Syndrome (DS) menjadi perhatian dalam skrining prenatal dan proses diagnostik. Sementara tes skrining prenatal dirancang untuk menilai risiko DS, mereka tidak definitif dan dapat menghasilkan hasil negatif palsu, yang berarti tes menunjukkan risiko DS yang rendah ketika kondisi tersebut benar-benar ada. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk keterbatasan metode skrining dan variasi biologis. Memahami faktor-faktor ini sangat penting untuk menafsirkan hasil secara akurat dan membuat keputusan yang tepat.
Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada Hasil Negatif Palsu
Sensitivitas dan Spesifisitas Penyaringan: Tes skrining prenatal, seperti yang menggunakan penanda ultrasound dan biokimia, tidak memiliki sensitivitas dan spesifisitas 100%, yang mengarah ke potensi hasil negatif palsu. Misalnya, skrining trimester pertama tradisional menggunakan perangkat lunak seperti Astraia dan Prisca telah terbukti melewatkan beberapa kasus DS, menyoroti perlunya protokol dan pedoman yang lebih baik (Simionescu & Stănescu, 2020).
Faktor Biologis dan Teknis: Mekanisme biologis, seperti penataan ulang kromosom de novo, dapat menyebabkan hasil negatif palsu dalam pengujian prenatal non-invasif (NIPT). Sebuah studi kasus menunjukkan hasil NIPT negatif palsu karena penataan ulang kromosom yang langka, menekankan bahwa NIPT, meskipun sensitivitasnya tinggi, masih merupakan alat skrining dan bukan diagnostik (Xu et al., 2020).
Kesalahan Laboratorium: Masalah teknis, seperti gangguan gumpalan fibrin dalam uji hCG, dapat menyebabkan kadar hCG yang keliru rendah, mempengaruhi perhitungan risiko untuk DS dan menghasilkan hasil negatif palsu (Akağaç & Yavuz, 2023).
Konfirmasi Diagnostik
Analisis Kromosom: Analisis mikroarray kromosom (CMA) dan kariotipe adalah alat diagnostik yang lebih definitif dibandingkan dengan tes skrining. Sementara CMA dapat mengidentifikasi jangkauan kelainan genetik yang lebih luas, kariotipe tetap penting untuk mengkonfirmasi diagnosis DS, terutama dalam kasus dengan hasil skrining abnormal (Kang et al., 2022).
Tantangan Diagnosis Klinis: Diagnosis klinis berdasarkan fitur fisik dapat tidak akurat, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian yang menunjukkan proporsi signifikan dari kasus yang salah terdiagnosis ketika hanya mengandalkan pengamatan klinis (Sivakumar & Larkins, 2004).
Implikasi dan Pertimbangan
Dampak Psikologis dan Hukum: Diagnosis yang terlewat dapat memiliki implikasi psikologis dan hukum yang mendalam bagi keluarga, menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang jelas tentang keterbatasan dan hasil potensial dari tes skrining (Tosto et al., 2023).
Meningkatkan Akurasi Skrining: Ada kebutuhan akan protokol standar dan pedoman profesional untuk meningkatkan keakuratan program skrining prenatal. Ini termasuk pelatihan yang lebih baik untuk operator dan penggunaan teknologi canggih (Simionescu & Stănescu, 2020)].
Meskipun hasil negatif palsu dalam skrining DS jarang terjadi, mereka mungkin dan dapat memiliki konsekuensi yang signifikan. Sangat penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk mengkomunikasikan keterbatasan tes skrining kepada orang tua hamil dan untuk merekomendasikan tes diagnostik konfirmasi bila diperlukan. Pendekatan ini membantu mengelola harapan dan memastikan bahwa keluarga lebih siap untuk hasil apa pun.