Membedakan disgrafia dari gangguan perkembangan motorik lainnya seperti dyspraxia melibatkan pemahaman karakteristik dan manifestasi unik dari setiap kondisi. Disgrafia terutama merupakan gangguan tulisan tangan, sering dikaitkan dengan kesulitan dalam pengkodean ortografi dan eksekusi motorik, sedangkan dyspraxia, atau Gangguan Koordinasi Perkembangan (DCD), ditandai dengan tantangan koordinasi motorik yang lebih luas. Kedua kondisi tersebut dapat terjadi bersamaan, mempersulit diagnosis dan pengobatan. Namun, alat dan metodologi diagnostik khusus dapat membantu membedakan di antara mereka.
Analisis Tulisan Tangan dan Disgrafia
- Disgrafia diidentifikasi oleh kesulitan dalam tulisan tangan, yang dapat dinilai melalui kualitas produk tertulis dan proses penulisan itu sendiri. Analisis tulisan tangan menggunakan alat seperti tes BHK dan tablet digital dapat mengungkapkan defisit spesifik dalam kecepatan, tekanan, dan kelancaran tulisan tangan, yang merupakan indikasi disgrafi (Jolly et al., 2024) (Devillaine et al., 2021).
- Pembelajaran mesin dan alat digital telah dikembangkan untuk mengotomatiskan deteksi disgrafia dengan menganalisis dinamika tulisan tangan, seperti tekanan dan kemiringan, yang kurang subjektif dan lebih tepat daripada metode tradisional (Mekyska et al., 2017) (Ikermane & Mouatasim, 2023).
- Disgrafia dapat dikategorikan lebih lanjut ke dalam tipe sentral dan perifer, dengan disgrafia sentral yang melibatkan masalah dengan ejaan dan generasi grafem, dan disgrafia perifer yang mempengaruhi eksekusi motorik penulisan (Prasad & Pal, 2018).
Koordinasi Motorik dan Dyspraxia
- Dyspraxia, atau DCD, mempengaruhi koordinasi motorik dan pembelajaran prosedural, berdampak pada berbagai kegiatan di luar tulisan tangan. Hal ini ditandai dengan keterampilan motorik dan koordinasi yang buruk, yang dapat bertahan hingga dewasa (Biotteau et al., 2019).
- Pada anak-anak dengan DCD, kualitas tulisan tangan sering terpengaruh, tetapi masalah utamanya adalah koordinasi motorik daripada tindakan penulisan tertentu. Hal ini dapat diamati melalui kesulitan dalam tugas yang membutuhkan keterampilan motorik halus, tidak terbatas pada menulis (Jolly et al., 2024).
- Komorbiditas DCD dan disgrafia dapat menyebabkan kesulitan yang diperparah, tetapi setiap kondisi menghadirkan gangguan dan strategi motorik yang berbeda, memerlukan pendekatan bernuansa untuk diagnosis dan intervensi (Jolly et al., 2024).
Alat dan Pendekatan Diagnostik
- Penggunaan tes grahomotor dan tablet digital memungkinkan pengumpulan data terperinci tentang dinamika tulisan tangan, yang dapat membantu membedakan disgrafia dari gangguan motorik lainnya. Alat-alat ini dapat menangkap perbedaan halus dalam kecepatan menulis, tekanan, dan kelancaran yang spesifik untuk disgrafia (Devillaine et al., 2021) (Zolna et al., 2019).
- Model pembelajaran mesin lanjutan, seperti jaringan saraf buatan, telah digunakan untuk meningkatkan akurasi diagnosis disgrafia, mencapai sensitivitas dan spesifisitas tinggi dengan menganalisis sifat tulisan tangan digital (Ikermane & Mouatasim, 2023).
- Penilaian komprehensif harus mencakup evaluasi keterampilan motorik dan membaca, karena disgrafia sering terjadi bersamaan dengan gangguan belajar lainnya seperti disleksia (Jolly et al., 2024).
Sementara disgrafia dan dispraksia memiliki beberapa gejala yang tumpang tindih, terutama di bidang tulisan tangan, mereka adalah gangguan yang berbeda dengan penyebab dan manifestasi mendasar yang berbeda. Disgrafia lebih fokus pada mekanisme penulisan, sedangkan dyspraxia melibatkan tantangan koordinasi motorik yang lebih luas. Penggunaan alat digital dan model pembelajaran mesin telah meningkatkan kemampuan untuk membedakan antara kondisi ini, memungkinkan intervensi yang lebih ditargetkan. Namun, kehadiran kondisi komorbiditas dapat mempersulit diagnosis, menggarisbawahi perlunya penilaian komprehensif yang mempertimbangkan berbagai kemampuan motorik dan kognitif anak.