Diagnosis disleksia pada anak-anak adalah proses kompleks yang melibatkan banyak profesional, masing-masing menyumbangkan keahlian unik. Sementara guru, psikolog, dan dokter semua berperan dalam mengidentifikasi dan mendiagnosis disleksia, otoritas untuk membuat diagnosis formal biasanya terletak pada psikolog terlatih atau profesional medis. Hal ini disebabkan perlunya evaluasi komprehensif yang mencakup penilaian kognitif, linguistik, dan terkadang neurologis. Namun, guru sangat penting dalam proses identifikasi dan rujukan awal, mengingat interaksi langsung mereka dengan anak-anak dalam pengaturan pendidikan. Bagian berikut merinci peran masing-masing profesional dalam diagnosis disleksia.
Peran Psikolog
- Psikolog seringkali merupakan profesional utama yang berwenang untuk mendiagnosis disleksia. Mereka menggunakan berbagai tes standar untuk menilai kemampuan kognitif dan linguistik, seperti pemrosesan fonologis dan penamaan otomatis cepat, yang sangat penting dalam mengidentifikasi disleksia (Sadusky et al., 2021).
- Proses diagnostik mungkin melibatkan wawancara terstruktur dengan orang tua dan guru, di samping tes standar untuk kecerdasan, membaca, dan keterampilan menulis (González-Valenzuela & Martin-Ruiz, 2020).
- Penilaian psikolog diinformasikan oleh kriteria diagnostik dan penilaian klinis, memastikan pemahaman yang komprehensif tentang profil pembelajaran anak (Sadusky et al., 2021).
Peran Guru
- Guru memainkan peran penting dalam identifikasi awal disleksia. Mereka sering menjadi orang pertama yang melihat tanda-tanda kesulitan membaca dan dapat memulai proses rujukan untuk penilaian lebih lanjut (Campos & Faber, 2022).
- Dengan pelatihan yang memadai, guru dapat menggunakan alat skrining untuk mengidentifikasi sifat disleksia potensial dan berkolaborasi dengan spesialis untuk mendukung proses diagnostik (Bazuhair & Bazuhair, 2023).
- Pengamatan dan wawasan guru sangat berharga dalam membentuk gambaran lengkap tentang tantangan belajar anak, yang dapat membimbing psikolog dan dokter dalam penilaian mereka (Campos & Faber, 2022).
Peran Dokter
- Sementara dokter, terutama dokter anak, biasanya bukan ahli diagnosa utama untuk disleksia, mereka dapat memainkan peran yang mendukung dalam mengesampingkan kondisi medis lain yang mungkin mempengaruhi pembelajaran (Wiryasaputra & Williandi, 2020).
- Dalam beberapa kasus, dokter dapat merujuk anak-anak ke spesialis, seperti ahli saraf atau psikolog, untuk evaluasi disleksia (Korendo, 2024).
Alat Diagnostik yang Muncul
- Kemajuan teknologi, seperti pembelajaran mesin dan analisis EEG, menyediakan metode baru untuk mendiagnosis disleksia. Alat-alat ini menawarkan data objektif yang dapat melengkapi penilaian tradisional yang dilakukan oleh psikolog (Cura et al., 2024) (Hussein et al., 2024).
- Model pembelajaran mesin telah menunjukkan harapan dalam mengidentifikasi disleksia secara akurat, berpotensi mendukung diagnosis dan intervensi dini (Gaikwad & Raut, 2024).
Sementara psikolog dan profesional medis biasanya berwenang untuk mendiagnosis disleksia, prosesnya secara inheren multidisiplin. Guru, dengan interaksi sehari-hari mereka dengan siswa, sangat penting dalam mengenali tanda-tanda awal dan memfasilitasi rujukan tepat waktu. Teknologi yang muncul juga menjanjikan untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi diagnostik, berpotensi membentuk kembali peran ahli diagnosa tradisional. Namun, integrasi teknologi ini ke dalam praktik standar memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap validitas dan keandalannya dalam konteks pendidikan yang beragam.