Mengajarkan konsep “lebih besar” dan “lebih kecil” kepada anak-anak dengan keterbelakangan mental membutuhkan teknik khusus yang memenuhi kebutuhan belajar unik mereka. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak ini mendapat manfaat dari pendekatan terstruktur dan multisensori yang menggabungkan rangsangan taktil, visual, dan proprioseptif. Metode-metode ini membantu dalam membentuk pemahaman konkret tentang konsep abstrak, yang seringkali menantang bagi anak-anak dengan gangguan kognitif. Bagian berikut menguraikan berbagai teknik dan strategi yang berasal dari penelitian akademis untuk mengajarkan konsep-konsep ini secara efektif.
Pendekatan Pembelajaran Multisensori
- Stimulasi Taktil dan Proprioseptif: Melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang melibatkan sentuhan dan propriosepsi dapat memfasilitasi penilaian ukuran. Misalnya, menggunakan objek yang dapat dimanipulasi anak-anak secara fisik membantu mereka memahami perbedaan ukuran melalui interaksi langsung, seperti yang ditunjukkan dalam penelitian di mana stimulasi tangan meningkatkan penilaian ukuran untuk objek yang dapat dimanipulasi (Connell et al., 2011).
- Alat Bantu dan Perbandingan Visual: Perbandingan visual menggunakan gambar atau objek fisik dapat membantu anak-anak memahami konsep “lebih besar” dan “lebih kecil.” Metode ini efektif ketika anak-anak diminta untuk membandingkan objek dengan ukuran berbeda, memperkuat pemahaman mereka melalui diferensiasi visual (Hall, 1940).
Pelatihan Terstruktur dan Berulang
- Instruksi Berbantuan Komputer: Memanfaatkan perangkat lunak khusus untuk mengajarkan konsep perbandingan telah menunjukkan hasil yang positif. Sesi berbantuan komputer terstruktur dapat mengurangi kesalahan dalam tugas yang melibatkan seriasi, klasifikasi, dan perbandingan, menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang berharga dalam mengajarkan konsep-konsep ini kepada anak-anak dengan disabilitas mental (Alcalde et al., 2007).
- Instruksi Konsep Piagetian: Mengajar konsep Piagetian melalui item konkret dan praktik berulang telah efektif. Anak-anak dengan keterbelakangan mental ringan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam memahami konsep yang berhubungan dengan ukuran setelah instruksi terstruktur selama beberapa bulan (McCormick et al., 1990).
Pembelajaran Praktis dan Kontekstual
- Konteks dan Objek Kehidupan Nyata: Menggunakan objek dan skenario sehari-hari membantu anak-anak menghubungkan konsep abstrak dengan lingkungan mereka. Misalnya, meminta anak-anak untuk menempatkan objek dalam urutan ukuran atau untuk mengidentifikasi objek yang tidak berada di bagian atas atau bawah jaring dapat memperkuat pemahaman mereka tentang hubungan ukuran (Nelson et al., 1991)].
- Pembelajaran Berbasis Tugas: Melibatkan anak-anak dalam tugas-tugas yang mengharuskan mereka mengidentifikasi atau mengatur objek berdasarkan ukuran dapat meningkatkan pemahaman konseptual mereka. Pendekatan ini sangat efektif untuk anak yang lebih besar dengan keterbelakangan mental sedang hingga berat, yang dapat memahami konsep ukuran melalui tugas praktis (Shengtao et al., n.d.).
Tantangan dan Pertimbangan
Meskipun teknik-teknik ini efektif, penting untuk mengenali variabilitas dalam kemampuan belajar di antara anak-anak dengan keterbelakangan mental. Beberapa anak mungkin memerlukan lebih banyak waktu dan pengulangan untuk menguasai konsep-konsep ini, dan instruksi individual mungkin diperlukan untuk mengakomodasi laju pembelajaran yang berbeda(Huajing, n.d.). Selain itu, mengintegrasikan teknik-teknik ini dengan penilaian berkelanjutan dapat membantu menyesuaikan pengalaman belajar dengan kebutuhan setiap anak, memastikan bahwa mereka menerima instruksi yang paling efektif.
Kesimpulannya, mengajarkan konsep “lebih besar” dan “lebih kecil” kepada anak-anak dengan keterbelakangan mental melibatkan kombinasi pendekatan pembelajaran multisensori, terstruktur, dan kontekstual. Metode-metode ini, didukung oleh penelitian, memberikan dasar bagi pendidik untuk mengembangkan strategi pengajaran yang efektif yang memenuhi kebutuhan unik anak-anak ini. Namun, sangat penting untuk tetap fleksibel dan responsif terhadap perbedaan pembelajaran individu untuk memaksimalkan hasil pendidikan.